NAGARI TUJUAH KOTO TALAGO KECAMATAN GUGUAK KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

Artikel

Wisata Religi di Nagari VII Koto Talago (KKN UNAND 2023)

16 Agustus 2023 11:45:16  WITRA  174 Kali Dibaca  Berita Desa

Wisata Religi di Nagari VII Koto Talago

oleh: KKN UNAND VII KOTO TALAGO 2023

 

Wisata religi merupakan sebuah kegiatan turisme dengan objek wisata yang berkaitan erat dengan suatu agama atau kepercayaan tertentu. Pada umumnya kegiatan wisata dilakukan untuk menghabiskan waktu senggang, berlibur, ataupun mencari suasana yang baru, namun berbeda dengan wisata religi dimana wisata religi biasanya dilakukan oleh suatu individu untuk memperdalam pengetahuan mereka mengenai sejarah serta nilai-nilai agama yang bersangkutan, serta mendapatkan pengalaman spiritual dalam perjalanan wisata religi tersebut.

Apabila berbicara mengenai wisata religi, VII Koto Talago memiliki situs serta bukti sejarah yang berlimpah mengenai syiar agama islam sebagai destinasi wisata religi, VII Koto Talago sendiri merupakan sebuah nagari yang bertempat di Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, Indonesia. VII Koto Talago memiliki tujuh jorong (desa) yang terdiri dari: Talago, Tanjuang Jati, Ampang Gadang, Padang Kandi, Sipingai, dan Padang Japang. Cerita mengenai tokoh-tokoh penyebar agama islam serta bukti peninggalannya pun dapat ditemui di VII Koto Talago, tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah:

  1. Syekh Abdullah (Padang Japang)

Syekh Abdullah merupakan seorang tokoh pemuka agama islam sekaligus pendiri dari pesantren Darul Funun (1875), beliau lah yang memperkenalkan pesantren dengan sistem halaqah dalam kurikulum pendidikannya, sistem halaqah sendiri merupakan sistem belajar-mengajar sebelum dikenalnya sistem kelas yang kita kenal pada saat ini, dimana sang guru duduk bersila ditengah ruangan dan dikelilingi oleh para murid. Syekh Abdullah juga merupakan ayah dari Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah, serta Syekh Muhammad Shalih.

 

  1. Syekh Abbas Abdullah (Padang Japang)

Syekh Abbas Abdullah merupakan adik dari Syekh Mustafa Abdullah serta anak dari Syekh Abdullah, beliau sempat menempuh pendidikan bersama Syekh Mustafa Abdullah di Mesir, hingga pada tahun 1918 beliau kembali ke Indonesia dan membawa sistem belajar klasikal (kelas dengan meja, bangku, dan papan tulis) yang akhirnya diterapkan di pesantren Darul Funun. Syekh Abbas Abdullah menghabiskan kurang lebih delapan tahun di beberapa negara Timur Tengah seperti Mesir, Arab Saudi, dan Suriah yang akhirnya mengakibatkan nama Darul Funun terkenal ke luar negeri pada saat itu, para santri yang mengenyam pendidikan di Darul Funun pun datang dari berbagai macam negara.

Presiden pertama Republik Indonesia, Seokarno pernah mendatangi Syekh Abbas Abdullah sebelum ia terpilih sebagai presiden Indonesia dan meminta Syekh Abbas Abdullah untuk memberi usulan “Ketuhanan yang maha esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila.

Selain sebagai pendakwah, Syekh Abbas Abdullah juga sempat menjadi pemimpin kelompok perjuangan yang menentang pendudukan Belanda pada masa perjuangan kemerdekaan.

Syekh Abbas Abdullah wafat pada tahun 1954.

 

  1. Syekh Mustafa Abdullah (Padang Japang)

Syekh Mustafa Abdullah merupakan seorang guru sekaligus kakak dari Syekh Abbas Abdullah yang berperan dalam mengajarkan ilmu kitab kepada para santri Darul Funun. Pesantren Darul Funun mengalami masa keemasannya pada saat dikelola oleh Syekh Mustafa Abdullah.

 

  1. Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi / Beliau Tabek Gadang (Tabek Gadang)

Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi atau yang dikenal juga sebagai Beliau Tabek Gadang merupakan anak dari Syekh M. Saleh atau yang biasa dikenal dengan Beliau Munggu asal Padang Kandis. Pada kisaran tahun 1906 Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi mendirikan Surau Tabek Gadang, sebuah tempat untuk belajar agama bagi masyarakat setempat yang terletak didekat tobek atau kolam, hal ini lah yang memberikan latar belakang Tabek Gadang, hal tersebut berlangsung hingga tahun 1919, setelah itu Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi pergi menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Dalam perjalanan nya di tanah suci, Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi selama dua tahun lamanya hingga pada tahun 1921 beliau kembali ke tanah air dan menghidupkan kembali lembaga pendidikan surau yang dibina oleh ayahnya, Syekh M. Saleh.

Dalam sejarahnya, tercatat juga bahwa Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi memiliki seorang guru yang juga merupakan tokoh besar, yakni Syekh H. Abdul Hamid bin H. Ismail atau yang dikenal juga sebagai Beliau Tanjuang Ipuah.

 

Tempat serta situs sejarah penyebaran agama islam di VII Koto Talago

  1. Masjid Raya Ampang Gadang

Masjid Raya Ampang Gadang merupakan masjid tertua di Nagari VII Koto Talago, Masjid Raya Ampang Gadang dalam sejarahnya memiliki kedekatan tersendiri secara jarak dan emosionalnya dengan Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi dan para murid-murid Surau Tabek Gadang pada saat itu, hal tersebut diakibatkan banyaknya kegiatan ibadah dan keagamaan yang dilakukan oleh Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi dan para murid-muridnya di Masjid Raya Ampang Gadang meskipun mereka berasal dari Padang Japang namun kondisi jalan pada saat itu lebih memungkinkan dan mudah dilalui untuk ke Masjid Raya Ampang Gadang.

Masjid Raya Ampang gadang memiliki keunggulan dalam bidang arsitekturnya dimana menara yang terdapat disamping masjid dibangun pada tahun 1901 hanya menggunakan campuran baru kapur dan putih telur ayam, namun dapat bertahan dari gempa dahsyat yang melanda sumatera barat yang berpusat di Padang Panjang pada tahun 1926.

Konon berdasarkan lagenda yang beredar di masyarakat, sering terlihat dua sosok berbaju putih yang sedang sholat di dalam masjid sebelum adzan subuh, hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Saat ini Masjid Raya Ampang Gadang ditetapkan menjadi situs cagar budaya yang dilestarikan eksistensinya oleh pemerintah dan masyarakat setempat.

  1. Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Tabek Gadang dan Makam Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihy

Pada tanggal 5 Mei tahun 1928, Surau Tabek Gadang mengalami pembaharuan atau modernisasi dalam sistem belajar-mengajarnya, dari sistem halaqah (sistem duduk bersila mengelilingi guru) menjadi sistem belajar klasikal yang kita kenal hingga saat ini (kelas dengan bangku, meja, dan papan tulis), sistem halaqah sendiri bertahan hingga tahun 1928, pada saat tersebut lah Surau Tabek Gadang berubah nama menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Tabek Gadang.

Dalam sejarahnya, MTI Tabek Gadang pernah mengalami kekosongan (vacuum) selama tiga belas tahun akibat peristiwa pemberontakan PRRI yang menggunakan sekolah-sekolah menjadi benteng pertahanan, di sisi lain, sekolah agama menjadi kurang diminati karena isu utama pada saat itu lebih mengarah ke permasalahan politik dan negara dibandingkan keagamaan dan masyarakat. Namun pada tahun 90-an dilakukan penyetaraan kembali terhadap MTI dan sekolah-sekolah agama lainnya sehingga saat ini MTI Tabek Gadang masih dapat beroperasi dan bersaing dengan sekolah pada umumnya.

Makam Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi banyak dikunjungi oleh para wisatawan dan orang-orang yang melakukan studi keagamaan karena silsilah Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi yang menurut studi sanad keilmuan merupakan urutan ke-33 dari Nabi Muhammad SAW.

Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi sendiri wafat pada tanggal 17 Juni tahun 1950 dan dimakamkan di kawasan MTI Tabek Gadang beserta wasiatnya. Hal tersebut juga diperingati setiap tahunnya oleh yayasan pengelola pesantren.

  1. Masjid Raya Padang Japang

Syekh Abdullah pada awalnya membangun masjid kecil yang dikenal sebagai surau godang yang berfungsi sebagai tempat mengaji serta belajar mengenai ilmu keagamaan bagi masyarakat setempat, namun seiring berjalannya waktu Surau Godang tidak lagi

terurus dan dan diserahkan kepada masyarakat yang pada akhirnya dibongkar dan dibangun kembali sebagai Masjid Raya Padang Japang yang berdiri pada saat ini. Pada zaman dahulu, masjid ini juga dikenal sebagai Masjid Puncak Bakuang yang dibangun pada 1360 Hijriah, dimana terdapat tulisan 1360 dalam numerik arab diatas mimbar masjid. Mimbar tersebut juga menjadi salah satu ciri khas Masjid Raya Padang Japang karena bentuknya yang diadaptasi dari bentuk mimbar Timur Tengah secara langsung, konsep ini dibawa oleh Syekh Abdullah.

  1. Makam Syekh Abbas Abdullah

Makam Syekh Abbas Abdullah terletak di jorong Padang Japang, tepatnya dibelakang Masjid Raya Padang Japang, di kawasan tersebut terdapat 6 makam, yang meliputi makam Syekh H. Muhammad Shalih, Buya DR.H. Afifi Fauzi Abbas, MA, Syekh H. Abdullah DT. Jabok, Buya H. Fauzi Abbas, serta makam syekh Abbas Abdullah sendiri.

  1. Makam Syekh Abdul Hamid bin H. Ismail

Makam Syekh Abdul Hamid terletak di Koto Kociak, setiap tahun pada bulan Safar terdapat wisatawan yang berziarah ke makam tersebut, diketahui didominasi oleh wisatawan dari daerah Pekanbaru.

  1. Makam Syekh M. Saleh

Makam Syekh Muhammad Saleh terletak di jorong Padang Kandi, makam Syekh M. Saleh ditandai dengan sebuah batu besar ditegah makamnya, sedangkan makam di sebelahnya diyakini merupakan makam keluarga atau kerabat Syekh M. Saleh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kirim Komentar


Nama
No. Hp
E-mail
Isi Pesan
  CAPTCHA Image [ Ganti gambar ]
  Isikan kode di gambar
 


Wilayah Nagari

Peta Desa

Aparatur Nagari

Sinergi Program

Agenda

Statistik Penduduk

Komentar Terbaru

Info Media Sosial

Lokasi Kantor Nagari


Kantor Desa
Alamat : Jl.Tan Malaka KM 17 Payakumbuh
Nagari : TUJUAH KOTO TALAGO
Kecamatan : Guguak
Kabupaten : Lima Puluh Kota
Kodepos : 26253
Telepon : 0752748458
Email : tujuahk@gmail.com

Statistik Pengunjung

  • Hari ini:3
    Kemarin:240
    Total Pengunjung:139.813
    Sistem Operasi:Unknown Platform
    IP Address:3.144.93.73
    Browser:Mozilla 5.0

Arsip Artikel